Niat, Doa dan Tata Cara Salat Tasbih di Bulan Ramadan


Pernah mengerjakan salat sunah tasbih? Ibadah sunah yang satu ini masih awam di telinga banyak orang. Padahal keutamaan salat tasbih sangat istimewa, dalam satu rakaatnya saja terdapat puluhan kali bacaan tasbih sebagai puji-pujian bagi Allah SWT.

Untuk menambah berkah dan pahala di bulan Ramadan, berikut tata cara salat tasbih beserta bacaan niat dan doanya.

1. Salat sunah yang memberatkan timbangan amal baik di akhirat

Dalam beberapa hadis Rasulullah SAW meriwayatkan tentang keutamaan salat sunah tasbih:

كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِى الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ

“Ada dua kalimat yang keduanya ringan diucapkan di lidah namun memberatkan timbangan amal dan keduanya disukai oleh ar-Rahman, yaitu: Subhanallahi wa bi hamdihi subhanallahil azhim.” ( HR. Bukhari dan HR. Muslim)

Hadis riwayat di atas menegaskan keutamaan salat tasbih sebagai ibadah yang sangat disukai Allah SWT. Kalimat tasbih yang diucapkan di setiap rakaatnya menjadi pemberat timbangan amal baik saat hari perhitungan kelak di akhirat.

2. Bisa dilakukan pada siang atau malam hari

Salat tasbih dikerjakan sebanyak empat rakaat. Ada dua pilihan waktu pelaksanaan yaitu siang atau malam hari. Jika dilakukan pada siang hari, empat rakaat dikerjakan langsung dengan satu salam.

Sementara salat tasbih yang dikerjakan pada malam hari dibagi menjadi dua kali salat, satu salam tiap dua rakaat.

Baca Juga: Niat, Doa dan Tata Cara Salat Duha di Bulan Ramadan

3. Bacaan niat salat tasbih

  • Niat salat tasbih siang hari, empat rakaat dikerjakan langsung dengan satu salam sebagai berikut:

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلَّهِ تَعَالَى

“Usholli sunnatat-tashbiihi arba’a raka’ati lillahi taa’alaa.”

Artinya: “Aku berniat salat sunah tasbih empat rakaat karena Allah ta’ala.”

  • Niat salat tasbih malam hari, dua kali salat dengan satu salam tiap dua rakaat sebagai berikut:

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

“Usholli sunnatat-tashbiihi rok’ataini lillahi taa’alaa”.

Artinya: “Aku berniat salat sunah tasbih dua rakaat karena Allah ta’ala.”

4. Aturan jumlah bacaan tasbih dalam tiap rakaat

Dalam mengerjakan salat tasbih ada aturan jumlah kalimat tasbih yang harus dibaca. Aturan pembacaannya adalah sebagai berikut:

  • 15 kali tasbih setelah membaca surat pendek
  • 10 kali tasbih saat ruku, setelah bacaan ruku selesai
  • 10 kali tasbih saat i’tidal, setelah bacaan i’tidal selesai
  • 10 kali tasbih saat sujud pertama, setelah bacaan sujud selesai
  • 10 kali tasbih saat duduk di antara dua sujud, setelah bacaan iftirasy selesai
  • 10 kali tasbih saat sujud kedua , setelah bacaan sujud selesai
  • 10 kali tasbih setelah bacaan atahiyat atau sebelum salam

Lafal kalimat tasbihnya adalah:

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

“Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallohu allohu akbar.”

Artinya: “Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar.”

Itulah niat, doa dan tata cara salat tasbih di bulan ramadan. Sambil istirahat siang di bulan puasa ini, kamu bisa mengerjakan empat rakaat salat tasbih. Itung-itung menambah pahala dan keberkahan di bulan Ramadan, kan?

*Jagalah Dirimu Dengan Shalat*

Assalamu’alaikum. Coba kita renungkan bersama hikmah sholat yang Allah SWT berikan kepada kita.

Coba perhatikan shalat kita. Tidak terhitung berapa kali kita lupa rakaat dalam shalat. Alih-alih bersedih dengan “lupa rakaat” shalat, seringkali kita justru menunda shalat karena urusan dunia. Atau bahkan meninggalkan shalat. Astaghfirullahal ‘adzim. Kita merasa terlalu sibuk sehingga shalat kita terabaikan. Padahal shalatlah yang pertama kali akan dihitung pada hari kiamat. Bagi yang sudah menjalankan shalat lima waktu, mari kita perbaiki lagi dengan menjaga shalat di awal waktu. Kemudian kita tingkatkan lagi dengan shalat sunnah dan amalan ibadah lain. Dengan begitu peran shalat dalam mencegah keji dan mungkar bisa menjadi nyata layaknya QS Al Ankabut ayat 45:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. ( QS. Al Ankabut ayat : 45)

Allah mengerti kesibukan hambanya, dan Allah pula mengetahui keinginan hambanya. Sebab itulah, cukup kita tunaikan kewajiban kita sebagai hamba yang taat kepada-Nya, shalat salah satunya. Jika kita tidak mau menjaga shalat, bagaimana Allah akan terus menjaga kita dari banyaknya masalah dan marabahaya di dunia?

Selain mendapatkan bukti nyata bahwa shalat bisa mencegah kemungkaran, Allah akan memuliakan seseorang yang mau menjaga shalatnya. Dalam sebuah hadis disabdakan:

وقال صلى الله عليه وسلم من حافظ على الصلاة اكرمه الله بخمس خصال: يرفع عنه ضيق العيش وعذاب القبر ويعطيه الله كتابه بيمينه ويمر على الصراط كالبرق ويدخل الجنة بغير حساب

Rasulullah bersabda : ”Barangsiapa menjaga shalat, niscaya dimuliakan oleh Allah dengan lima perkara, yaitu (1) Allah akan menghilangkan kesempitan hidupnya, (2) Allah akan menghilangkan siksa kubur darinya, (3) Allah akan memberikan buku catatan amalnya dengan tangan kanan, (4) dia akan melewati jembatan (shirat) cepat bagaikan kilat, dan (5) dia akan masuk surga tanpa hisab”

Lima keutamaan tersebut akan Allah berikan kepada seseorang yang mau menjaga shalat tiap waktunya. Itulah ganjaran yang diberikan Allah kepada orang yang menjaga shalat sungguh istimewa dan luar biasa. Karena untuk menjadi hamba yang bisa menjaga shalatnya juga membutuhkan kegigihan yang luar biasa.

Isra’ Rasulullah: Tanggung Jawab Umat Muslim Membebaskan Al-Quds dari Kaum Para Penjajah

Metroislam.id – Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dengan wafatnya Abu Thalib dan Khadijah radhiyallahu ‘anha, kaum Quraisy merasa lebih leluasa mengganggu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semakin meningkatkan penganiayaan mereka kepada para sahabat, sehingga kondisi itu memaksa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke Thaif untuk berdakwah dan meminta bantuan kepada para pemimpinnya agar bersedia melindungi dakwahnya. Namun para pemimpin dan penduduk Thaif ternyata tidak lebih baik dari peduduk Makkah. Beliau dilukai dan dihina sampai akhirnya memutuskan untuk kembali lagi ke Makkah dengan perasaan duka yang mendalam. Dalam situasi penuh duka dan kesedihan inilah Allah Ta’ala muliakan Nabinya dengan mukjizat Isra’ mi’raj untuk meringankan jiwanya yang terluka dan hatinya yang berduka.

Di dalam peristiwa mukjizat ini beliau menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah ta’ala yang agung serta isyarat-isyarat pertolongan-Nya sehingga bertambahlah keyakinannya bahwa Allah Ta’ala akan selalu menolongnya. Semakin kuat pula azam dan ruhiyah beliau dalam menyampaikan risalah Rabbnya.

Mukjizat isra mi’raj ini pun sekaligus menjadi ujian bagi kaum muslimin, sehingga tersaringlah mana yang kuat keimanannya dan mana yang lemah keimanannya di antara mereka. Ibnu Ishaq rahimahullah berkata:

وَكَانَ فِي مَسْرَاهُ وَمَا ذُكِرَ عَنْهُ بَلَاءٌ وَتَمْحِيصٌ وَأَمْرٌ مِنْ أَمْرِ اللهِ فِي قُدْرَتِهِ وَسُلْطَانِهِ فِيهِ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ وَثَبَاتٌ لِمَنْ آمَنَ وَصَدّقَ وَكَانَ مِنْ أَمْرِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى يَقِينٍ فَأُسْرِيَ بِهِ كَيْفَ شَاءَ لِيُرِيَهُ مِنْ آيَاتِهِ مَا أَرَادَ حَتّى عَايَنَ مَا عَايَنَ مِنْ أَمْرِهِ وَسُلْطَانِهِ الْعَظِيمِ وَقُدْرَتِهِ الّتِي يَصْنَعُ بِهَا مَا يُرِيدُ

“…Perjalanan ini dan seluruh peristiwa yang disebutkan di dalamnya menjadi ujian dan penyaringan; menjadi salah satu bukti kekuatan kehendak dan kekuasaan-Nya. Di dalamnya terdapat pelajaran bagi kaum yang berfikir, petunjuk dan rahmat-Nya, serta peneguhan bagi mereka yang beriman dan membenarkan. Peristiwa ini adalah urusan Allah Ta’ala yang harus diyakini; bagaimana Allah memperjalankan sesuai dengan yang dikehendaki-Nya untuk menunjukkan kepadanya ayat-ayat yang dikehendaki-Nya. Sehingga terlihat jelas sebagian ayat-ayat dan kekuatan-Nya yang agung serta kehendaknya untuk melakukan apa yang diinginkan-Nya.” (Siratun Nabiy libni Hisyam, Juz 2 hal. 2)

Waktu Isra’ Mi’raj

Ibnu Katsir menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa Isra’ mi’raj itu terjadi pada masa sepuluh tahun setelah kenabian. (Lihat: Al-Bidayah Wan Nihayah, Juz 3 hal. 111). Dan yang masyhur mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada malam 23 bulan Rajab (Pembahasan lebih lengkap silahkan dirujuk di Fathul Bari, Juz 8, hal. 201)

Persiapan Rasulullah Untuk Isra Miraj

Pada malam Isra’ itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermalam bersama dengan pamannya, Hamzah bin Abdul Muththalib, anak pamannya, Ja’far bin Abi Thalib, di rumah Ummi Hani’ bin Abi Thalib.

Jibril mendatanginya melewati atap rumah, turun dan mengambil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, membawanya ke masjidil haram kemudian membaringkannya, membelah dadanya, dari bawah leher sampai ke bawah perutnya, mengeluarkan hatinya, membersihkannya dengan air zam-zam, kemudian memenuhinya dengan iman dan hikmah, lalu mengembalikannya dan tidak ada lagi bekas belahan, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak merasakan sakit. (lihat: Fathul Bari, Juz 4, hal. 203).

Hikmah pembelahan dada adalah untuk menambah kekuatan keyakinan. Sebab ketika melihat perutnya telah terbelah dan tidak merasa sakit, maka semakin yakin bahwa ia akan aman dari semua hal yang biasanya menakutkan. Dari itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi manusia yang sangat pemberani.

Makna Al-Isra’

Isra adalah Allah memperjalankan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjdil Aqsha di Al-Quds, secara fisik dan ruh, dalam keadaan sadar, lalu kembali ke Makkah dalam sebagian malam. Kaum mukminin tidak merasa aneh dengan hal ini karena semuanya terjadi dengan perintah dan kekuasaan Allah Ta’ala.

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia.” (QS. Yaasiin, 36: 82)

Dalil ketetapannya:

Peristiwa ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Isra, 17: 1)

Ditetapkan pula dengan hadits shahih, diantaranya hadits muttafaq alaih, Al-Bukhari dan Muslim (Lihat pula: Al- Lu’lu wal Marjan, Kitab Iman; Tafsir Ibnu Katsir, Juz 5 hal. 3; dan Sirah Ibnu Hisyam, Juz 2, hal. 3).

Dari sekian banyak hadits yang menceritakan peristiwa mukjizat ini, diantaranya adalah hadits berikut:

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ طَوِيلٌ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ قَالَ فَرَكِبْتُهُ حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ بِهِ الْأَنْبِيَاءُ قَالَ ثُمَّ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَصَلَّيْتُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجْتُ فَجَاءَنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَرْتَ الْفِطْرَةَ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِآدَمَ فَرَحَّبَ بِي وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِابْنَيْ الْخَالَةِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَيَحْيَى بْنِ زَكَرِيَّاءَ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمَا فَرَحَّبَا وَدَعَوَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِيُوسُفَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا هُوَ قَدْ أُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الرَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قَالَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِإِدْرِيسَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا } ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الْخَامِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِهَارُونَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِمُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِإِبْرَاهِيمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْنِدًا ظَهْرَهُ إِلَى الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ وَإِذَا هُوَ يَدْخُلُهُ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِي إِلَى السِّدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَإِذَا وَرَقُهَا كَآذَانِ الْفِيَلَةِ وَإِذَا ثَمَرُهَا كَالْقِلَالِ قَالَ فَلَمَّا غَشِيَهَا مِنْ أَمْرِ اللَّهِ مَا غَشِيَ تَغَيَّرَتْ فَمَا أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَنْعَتَهَا مِنْ حُسْنِهَا فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيَّ مَا أَوْحَى فَفَرَضَ عَلَيَّ خَمْسِينَ صَلَاةً فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَنَزَلْتُ إِلَى مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا فَرَضَ رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ قُلْتُ خَمْسِينَ صَلَاةً قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ فَإِنِّي قَدْ بَلَوْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَخَبَرْتُهُمْ قَالَ فَرَجَعْتُ إِلَى رَبِّي فَقُلْتُ يَا رَبِّ خَفِّفْ عَلَى أُمَّتِي فَحَطَّ عَنِّي خَمْسًا فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقُلْتُ حَطَّ عَنِّي خَمْسًا قَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ قَالَ فَلَمْ أَزَلْ أَرْجِعُ بَيْنَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَبَيْنَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لِكُلِّ صَلَاةٍ عَشْرٌ فَذَلِكَ خَمْسُونَ صَلَاةً وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً قَالَ فَنَزَلْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ قَدْ رَجَعْتُ إِلَى رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ

Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku telah didatangi Buraq. Yaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari bighal. Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut mencapai ujungnya.” Beliau bersabda lagi: “Maka aku segera menungganginya sehingga sampai ke Baitul Maqdis.” Beliau bersabda lagi: “Kemudian aku mengikatnya pada tiang masjid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para Nabi. Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan mendirikan shalat sebanyak dua rakaat. Setelah selesai aku terus keluar, tiba-tiba aku didatangi oleh Jibril dengan membawa semangkuk arak dan semangkuk susu. Dan aku pun memilih susu. Lalu Jibril berkata, ‘Kamu telah memilih fitrah’. Lalu Jibril membawaku naik ke langit. Ketika Jibril meminta agar dibukakan pintu, maka ditanyakan, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Ditanyakan lagi, ‘Siapa yang bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutus? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutus.’ Maka dibukalah pintu untuk kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Adam, dia menyambutku serta mendoakanku dengan kebaikan. Lalu aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril lalu minta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapa yang bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria, mereka berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik langit ketiga. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf Alaihis Salam, ternyata dia telah dikaruniakan dengan kedudukan yang sangat tinggi. Dia terus menyambut aku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keempat. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris Alaihis Salam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Allah berfirman: ‘(Dan kami telah menganggkat ke tempat yang tinggi darjatnya) ‘. Aku dibawa lagi naik ke langit kelima. Jibril lalu meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun Alaihissalam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keenam. Jibril lalu meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit ketujuh. Jibril meminta supaya dibukakan. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawabnya, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim Alaihissalam, dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari bisa memasukkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi kepadanya (Baitul Makmur). Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan.” Beliau bersabda: “Ketika beliau menaikinya dengan perintah Allah, maka sidrah muntaha berubah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya karena indahnya. Lalu Allah memberikan wahyu kepada beliau dengan mewajibkan shalat lima puluh waktu sehari semalam. Lalu aku turun dan bertemu Nabi Musa Alaihissalam, dia bertanya, ‘Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? ‘ Beliau bersabda: “Shalat lima puluh waktu’. Nabi Musa berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan karena umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencoba Bani Israel dan menguji mereka’. Beliau bersabda: “Aku kembali kepada Tuhan seraya berkata, ‘Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku’. Lalu Allah subhanahu wata’ala. mengurangkan lima waktu shalat dari beliau’. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata, ‘Allah telah mengurangkan lima waktu shalat dariku’. Nabi Musa berkata, ‘Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi’. Beliau bersabda: “Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: ‘Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam. Setiap shalat fardu dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat. Maka itulah lima puluh shalat fardu. Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barangsiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya tidak dicatat baginya sesuatu pun. Lalu jika dia mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya’. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih saja berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan’. Aku menjawab, ‘Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Tuhanku, sehingga menyebabkanku malu kepada-Nya’.” (HR. Muslim No. 234)

Orang yang mengingkarinya, hukumnya kafir, karena mendustakan Al-Qur’an dan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hikmah Isra ke Masjidil Aqsha

Isra menuju ke Masjidil Aqsha dan tidak ke masjid lainnya adalah karena kedudukan dan kemuliaan masjid ini di sisi Allah Ta’ala, serta untuk menjelaskan hubungan erat di antara para nabi, juga menjelaskan hubungan antara agama yang mereka bawa dari Allah Ta’ala. Dalam hal ini terdapat pula isyarat pewarisan risalah kepada rasul terakhir, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, Masjidil Aqsha dan sekitarnya menjadi tanah Islam yang harus dijaga oleh kaum muslimin, dan dibebaskan dari tangan-tangan para penjarah.

Kejadian dalam Isra’

Ketika Jibril usai membedah dada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra’ itu, dan mempersiapkan sarana untuk perjalanan mengagumkan ini dengan Buraq –kendaraan berwarna putih, lebih besar dari keledai, lebih kecil dari bighal, sangat cepat, jangkauan kaki depannya sejauh pandangan matanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengendarainya didampingi Malaikat Jibril, lalu Buraq itu pergi ke Baitul Maqdis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam turun. Jibril mengikat Buraq lalu masuk masjid, beliau bertemu dengan Ibrahim, Musa, dan Isa alaihimassalam bersama dengan sejumlah para nabi yang telah berkumpul untuk menyambutnya. Malaikat Jibril membawa beliau ke depan, lalu mengimami shalat dua rakaat. Kemudian keluar dari masjid dan Jibril membawa dua gelas –satu berisi khamr dan satunya berisi susu- lalu nabi memilih susu, dan Jibril berkata: “Engkau telah memilih yang fitrah, engkau telah memilih tanda Islam dan istiqamah.” (MI/red)

Post yang sama: https://metroislam.id/2020/03/23/isra-rasululah-tanggung-jawab-umat-muslim-membebaskan-al-quds-dari-kaum-para-penjajah/

Macam-Macam Tidur Dan Dampaknya

1.Tidur HAILULAH : Tidur yg menghalangi rizqi..
2.Tidur QOILULAH : Tidur yg di sunnahkan Rosul SAW..
3.Tidur ‘AILULAH : Tidur menyebabkab datangnya penyakit..

  • HAILULAH* adalah :
    tidur sehabis melaksanakan sholat subuh, dinamakan demikian karena tidur tersebut dapat menghalangimu dari rejeki yang ALLAH SWT tebar pada waktu pagi hari..
  • QAILULAH* adalah :
    tidur SEBELUM melakukan sholat dhuhur sekitar 25 – 30 menit sebelum dikumandangkannya adzan dhuhur, tidur jenis ini sangat bemanfaat dan sangat dianjurkan oleh Nabi SAW..

Menjelaskan ketika musim panas rasulullah tidur sebelum Dzuhur dan ketika musim dingin beliau Nabi Muhammad tidur setelah dzhuhur..

  •  ‘AILULAH* adalah :
    tidur sehabis melakukan sholat ashar, tidur jenis satu ini dapat menyebabkan berbagai penyakit, diantaranya adalah : sesak napas dan murung dan gelisah..

Subhanallah..
Semoga kita dapat mengambil pengetahuan bermanfaat yang bernilai ibadah lewat tulisan ini dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari..

آمِيْنُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن

Beberapa Hal Yang Dianjurkan Ketika Mendirikan Shalat

Para ahli tasawuf mengatakn, “Ada 12.000 keutamaan shalat yang telah Allah tentukan untuk memperolehnya melalui 12 jalan. Dua belas jalan itu sangat penting untuk menyempurnakan shalat dan sangat bermanfaat untuk diri kita. Kedua belas jalan itu adalah: (1) Ilmu. Nabi saw. bersabda, “Amal yang sedikit tetapi dilakukan dengan ilmu lebih baik daripada amal yang banyak tanpa ilmu.” (2) Wudhu; (3) Pakaian; (4) Waktu; (5) Menghadap Kiblat; (6) Niat; (7) Takbiratul Ihram; (8) Berdiri; (9) Membaca Al-Qur’an; (10) Ruku’; (11) Sujud; (12) Tahiyyat. Dan kesempurnaan dari semua itu adalah ikhlas. Setiap satu jalan dari 12 jalan tersebut memiliki tiga bagian penting, yaitu:

  1. Ilmu :
    a. Mengetahui yang fardhu (rukun) dan yang sunnat secara jelas.
    b. Mengetahui jumlah fardhu (rukun) dan sunnat dalam wudhu dan sholat.
    c. Mengetahui cara syetan menggoda kita dalam shalat.
  2. Wudhu :
    a. Sebagaima kita membersihkan anggota wudhu, yang paling utama adalah kita membersihkan hati dari dengki dan hasad.
    b. Menjaga kebersihan diri kita dari perbuatan dosa.
    c. Jangan boros dalam menggunakan air dan salah dalam berwudhu.
  3. Pakaian :
    a. Diperoleh dengan cara yang halal.
    b. Suci dari najis.
    c. Sesuai dengan sunnah Rasulullah saw., yaitu tidak melebihi mata kaki dan tidak menunjukan kesombongan.
  4. Waktu :
    a. Mengetahui waktu yang tepat.
    b. Mengetahui suara adzan.
    c. Had, senatiasa memikirkan waktu shalat, jangan sampai terlewat tanpa disadari.
  5. Menghadap Kiblat :
    a. Secara zhahir badan menghadap kiblat.
    b. Hati menghadap Allah, sebab Dialah Ka’bah bagi hati.
    c. Menghadap pemilik Ka’bah sepenuhhati sebagamana mestinya.
  6. Niat :
    a. Shalat apa yang akan dikerjakan.
    b. Berdiri di hadapan Allah swt. Yang Maha Melihat kita.
    c. Merasa bahwa Allah mengetahui keadaan hati kita.
  7. Takbiratul-Ihram :
    a. Melafazhkan takbir dengan shahih.
    b. Mengankat tangan sampai ke telinga (sebagai isyarat bahwa kita mengesampingkan apa saja selain Allah ke belakang kita).
    c. Menanamkan keagungan Allah dalam hati kita seiring dengan ucapan takbir: Allaahu Akbar.
  8. Qiyam atau Berdiri :
    a. Pandangan tertuju ke tempat sujud.
    b. Betul-betul merasa sedang berdiri di hadapan Allah.
    c. Jangan mempedulikan urusan yang lain. Perumpamaan orang yang perhatiaannya ke sana ke mari di dalam shalat adalah seperti orang yang bersusah payah memohon kepada para penjaga istana untuk dapat menghadap raja. Namun, ketika ia berada di hadapan raja dan raj memberikan perhatian kepadanya, ia malah melihat ke sana kemari. Bagaimana mungkin raja akan memperhatikannya?
  9. Qira’at :
    a. Membaca dengan tartil dan tajwid yang benar.
    b. Merenungkan maknanya.
    c. Berusaha mengamalkan apa yang telah dibaca.
  10. Ruku’ :
    a. Meluruskan punggung ketika ruku’. Alim ulama berkata bahwa tiga anggota badan, yaitu kepala, punggung, dan pinggang, hendklah lurus dan rata.
    b. Jari-jari tangan kita buka dan memegang lutut dengan kokoh.
    c. Membaca tasbih dengan penuh ras ta’zhim.
  11. Sujud :
    a. Letakan tangan sejajar dengan telinga.
    b. Menegakkan siku-siku tangan.
    c. Membaca tasbih dengan penuh rasa ta’zhim.
  12. Qa’adah atau Duduk :
    a. Menegakkan telapak kaki kanan dan menduduki telapak kaki kiri.
    b. Membaca do’a tasyahud sambil meresapinya, karena di dalamnya mengandung salam kepada Nabi saw. Dan terdapat do’a untuk saudara- saudara muslim dan para malaikat.
    c. Ketika mengucapkan salam ke kiri dan ke kana diniatkan untuk seluruh kaum muslimin.

Cara menghadirkan ikhlas ketika shalat, antara lain:
1. Shalat semata-mata untuk memperoleh keridhaan Allah Swt.
2. Menyadari bahwa shalat kita adalah taufik dari Allah Swt.
3. Mengharapkan pahala.