PMB Bogor EduCARE

Bogor EduCARE (BEC) adalah sebuah lembaga pendidikan yang menyediakan program kuliah Beasiswa Penuh atau 100% GRATIS dengan 2 jurusan yaitu Jurusan Administrasi Perkantoran dan Jurusan Bisnis untuk lulusan SLTA/sederajat dengan usia maksimal 22 tahun.

Soal fasilitas bogor pendidikan juga ngga kalah sama universitas lain nya. Gedung yang modern tiga lantai, 17 ruang kelas, di lab bahasa yang sama, lab komputer, perpustakaan, mushola, ruang makan, serta sarana sanitasi bersih dan makan siang gratis dan sehat.

Mengenai pendaftaran, ada 4 tahap penerimaan mahasiswa / i baru. Yang pertama: Proses Pendaftaran, lalu yang kedua: Tes Tertulis, jika sudah berhasil lulus di tes tulis, kamu akan menuju tahap ketiga: Survei Rumah. Rumahmu akan didatangi para dosen yang ramah. Tenang aja mereka semua Cuma mau ngobrol ngobrol sama orang tua kamu kok hehe. Nah jika kamu lolos lagi di survei rumah, kamu akan menuju proses keempat/akhir penerimaan mahasiwa/i baru yaitu Wawancara. Jadi setiap siswa akan datang bersama orang tua atau wali mereka untuk memenuhi tes wawancara tersebut. Soal pertanyaannya? mudah kok. Kamu Cuma akan membicarakan hal hal yang berhubungan dengan Bogor EduCARE misalkan “apa yang membuat kamu mau masuk ke universitas ini atau tujuan utama kamu masuk ke univeraitas ini?” saya rasa, pertanyaan seperti itu kalau kita benar benar siap pasti bisa menjawabnya dengan tenang.

Persyaratan Administrasi. Mudah sekali. Hanya melengkapi data dibawah ini:

(1) Mengisi Formulir pendaftaran yang tersedia gratis di kampus atau dapat di unduh di pmb.bogoreducare.org. (2) Fotokopi KTP / identitas yang berlaku. (3) Fotokopi ijazah dilegalisir / surat tanda kelulusan + daftar nilai dengan menunjuk yang ditunjuk. (4) Fotokopi kartu keluarga. (5) Surat Keterangan tidak mampu (SKTM) dari kelurahan atau desa. (6) Slip gaji / surat keterangan orang tua. (7) Surat Izin orang tua. (8) Foto berwarna dua lembar ukuran 4 × 6.

Nah itu tadi penjelasan atau ulasan tentang universitas penuh beasiswa Bogor EduCARE yang beralamat di Jl. Cikiray RT03 / 06 sukaraja, kab.Bogor Jawa Barat.

Informasi Lebih Lengkap Bisa Anda Lihat Melalui Brosur PMB Angkatan 24 di bawah ini:

https://pmb.bogoreducare.org/halaman-depan.html

Selamat datang adik adik angkatan 24 dan selamat berjuang! semoga bisa bergabung bersama bagian dari keluarga Bogor EduCARE.

Malam Nisfu Sya’ban 2020, Ini Dalil Amalan Malam Nisfu Sya’ban

Benarkah bahwa amalan pada malam nisfu Sya’ban bid’ah? Berikut ini dalil nisfu Sya’ban agar kita tidak ragu dalam melaksanakan amalan Nisfu Sya’ban tahun 2020 ini.Malam nisfu Sya’ban 2020 jatuh pada tanggal 8 Maret 2020, yang bertepatan dengan hari Rabu malam Kamis. Hal ini berdasarkan ketetapan Pengurus Pusat Nahdhatul Ulama, PBNU. dalil nisfu sya’ban

“Nisfu Sya’ban 1441 H jatuh hari Rabu Wage, malam Kamis Kliwon, 8-9 April 2020,” ujar Pelaksana tugas Ketua LF PBNU KH Sirril Wafa sebagaimana dilansir NU Online, Sabtu (4/4).

Pada malam nisfu sya’ban banyak kita jumpai ragam amaliah yang ada di masyarakat. Amaliah ini bertujuan untuk meraih keutamaan malam nisfu sya’ban yang biasanya dimulai seusai shalat magrib dengan membaca surat yasin sebanyak tiga kali dan diakhiri dengan doa.

Di samping itu ada juga sebagian masyarakat yang membawa air di teko, gelas, botol atau sejenisnya, untuk kemudian diminum setelah pembacaan yasin dan doa tersebut, sembari ada yang membagi-bagikan makanan yang memang sengaja disedekahkan utuk acara ini.

Tradisi semacam ini memang sedari dulu hingga sekarang sudah mengakar kuat di lapisan masyarakat kita, kendati masih ada sebagian kalangan yang tidak menyepakatinya, dengan dalih “Tidak ada dari sananya, Nabi saw dan para sahabat tidak pernah melakukan hal demikian.”

Atas dalih kalangan yang tidak sepakat dengan tradisi malam nisfu sya’abanan ini, maka timbulah keresahan di kalangan masyarakat dan terdapat pertanyaan “Adakah dalil yang bisa menjadi pijakan dalam menyikapi persoalan ini?”

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) meriwayatkan sebuah hadis yang terdapat dalam kitabnya al-Musnad;

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ “

Dari Abdillah ibn ‘Amru bahwa Rasulullah saw bersabda: “Allah Swt akan memantau makhluk-Nya pada malam nisfu syaban kemudian mengampuni dosa-dosa hamba-Nya kecuali bagi pendengki dan yang membunuh jiwa manusia.”

Menurut al-Mundziri, sanad dalam hadis ini kualitasnya dha’if (lemah) karena terdapat perawi yang bernama Abdulah Ibn Lahi’ah al-Mishri.

Perlu dicatat bahwa kelemahan sanad yang terdapat pada hadis ini bukan disebabkan oleh perawinya yang dituduh pendusta (matruk) bukan juga disebabkan oleh kefasikan perawinya (munkar). Sehingga hadis ini tidak termasuk kedalam kategori hadis yang lemah sekali (dha’if jiddan).

Dalam disiplin ilmu hadis, bila terdapat hadis dha’if dan substansinya diriwayatkan pula melalui beberapa jalur lain, maka hadis tersebut bisa naik kualitasnya menjadi hasan li gairihi,dengan syarat kelemahan hadis tersebut tidak disebabkan oleh perawi yang fasik dan pendusta.

Sementara itu banyak ditemukan riwayat yang senada dengan substansi hadis di atas. Semisal hadis dari Mu’adz ibnu Jabal yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam al-Aushat, Imam Ibnu Hiban dalam shahihnya, Imam al-Baihaqi dalam syu’ab al-Iman. Imam al-Tirmidzi juga meriwayatkan dengan redaksi dan jalur lain;

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ، فَإِذَا هُوَ بِالبَقِيعِ، فَقَالَ: أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ

“Dari Aisyah RA berkata : pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah saw, kemudian aku keluar dan ternyata beliau sedang berada di Baqi’ beliau bersabda: “apakah kamu takut akan dizalimi Allah dan Rasul-Nya?” saya berkata wahai Rasulullah aku kira engkau sedang mendatangi istri-istrimu, beliau bersabda “sesungguhnya Allah ta’ala turu ke langit dunia pada malam pertengahan bulan sya’ban, lalu mengampuni manusia sejumlah bulu kambing.”

Selanjutnya apakah hadis-hadis yang telah disebutkan ini bisa menjadi dalil adanya keutamaan malam nisfu sya’ban?

Al-Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadzi secara terus terang mengatakan;

إعلم أنه قد ورد فى فضيلة ليلة النصف من شعبان عدة أحاديث مجموعها يدل أن لها أصلا

“ketauhilah sesungguh hadis-hadis yang berkaitan dengan keutamaan malam nisfu sya’ban itu memang benar-benar ada, yang secara keseluruhan menunjukan bahwa fadhilah malam nisfu sya’ban ada pijakan dalilnya.”

Kalau masih ingin diasumsikan bahwa hadis yang berkaitan dengan keutamaan malam nisfu sya’ban itu kualitasnya lemah, maka perlu diingat tidak serta-merta semua hadis dha’if tidak dapat diamalkan. Menurut mayoritas ulama, hadis dha’if tetap boleh diamalkan dalam hal keutamaan ibadah (fadha’il ‘amal) dengan tiga syarat;

  1. Kelemahannya tidak sangat parah
  2. Hadisnya termasuk dalam cakupan pokok-pokok hadis yag diamalkan (ma’mul bihi)
  3. Saat mengamalkannya tidak diyakini kepastiannya, hanya sekedar kehati-hatian saja

jika demikian, maka tidak perlu dihiraukan kalangan yang menganggap bahwa keutamaan malam nisfu sya’ban itu tidak ada dalilnya. Nyatanya ada hadis yang bisa diajadikan pijakan dalil untuk itu, dengan kualitas hasan ligoirihi.

Dalam disiplin ilmu hadis, kategori hasan ligoirihi termasuk dalam kategori hadis yang maqbul (diterima) dan bisa dijadikan hujjah

Hadis-hadis yang telah disebutkan di atas memang tidak menjelaskan amaliah tertentu yang ada pada malam nisfu sya’ban, namun secara tersirat wajar saja jika ampunan yang hendak Allah swt berikan kepada hamba-Nya, disambut baik melalui amaliah yang baik pula, semisal dengan membaca al-Qur’an dan doa secara berjamaah di masjid.

Amaliah tersebut selain bertujuan untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban juga untuk mengajak dan memberi pelajaran kepada masyarakat umum, menjalin kebersamaan dan saling berbagi kebahagiaan.

Di samping itu, ada juga sebagian masyarakat yang melalui malam nisfu sya’ban sebagaimana malam-malam biasanya, mereka tidak begitu antusias dengan tradisi amaliah yang dilakukan secara kolektif itu, mereka lebih memilih diam di rumah dan menjalankan aktifitas sebagaimana biasanya, kalaupun mereka menjalankan amaliah sebagaimana yang disebutkan di atas, bukan lantaran sengaja malam nisfu sya’banantapi mereka memang biasa menjalani amaliah itu di setiap malamnya.

Alhasil keduanya tetap dapat dibenarkan, selama tidak saling salah-menyalahkan satu sama lain, yang biasa menjalaninya tidak menganggap amaliah tersebut sebagai sebuah kewajiban. Sebaliknya yang tidak biasa pun tidak perlu menyalahkan atau memvonis bid’ah kepada mereka yang biasa menjalaninya. (AN)

Wallahu A’lam.

dalil nisfu sya’ban

Artikel ini sebelumnya dimuat di majalahnabawi.com

Niat, Doa dan Tata Cara Salat Tasbih di Bulan Ramadan


Pernah mengerjakan salat sunah tasbih? Ibadah sunah yang satu ini masih awam di telinga banyak orang. Padahal keutamaan salat tasbih sangat istimewa, dalam satu rakaatnya saja terdapat puluhan kali bacaan tasbih sebagai puji-pujian bagi Allah SWT.

Untuk menambah berkah dan pahala di bulan Ramadan, berikut tata cara salat tasbih beserta bacaan niat dan doanya.

1. Salat sunah yang memberatkan timbangan amal baik di akhirat

Dalam beberapa hadis Rasulullah SAW meriwayatkan tentang keutamaan salat sunah tasbih:

كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِى الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ

“Ada dua kalimat yang keduanya ringan diucapkan di lidah namun memberatkan timbangan amal dan keduanya disukai oleh ar-Rahman, yaitu: Subhanallahi wa bi hamdihi subhanallahil azhim.” ( HR. Bukhari dan HR. Muslim)

Hadis riwayat di atas menegaskan keutamaan salat tasbih sebagai ibadah yang sangat disukai Allah SWT. Kalimat tasbih yang diucapkan di setiap rakaatnya menjadi pemberat timbangan amal baik saat hari perhitungan kelak di akhirat.

2. Bisa dilakukan pada siang atau malam hari

Salat tasbih dikerjakan sebanyak empat rakaat. Ada dua pilihan waktu pelaksanaan yaitu siang atau malam hari. Jika dilakukan pada siang hari, empat rakaat dikerjakan langsung dengan satu salam.

Sementara salat tasbih yang dikerjakan pada malam hari dibagi menjadi dua kali salat, satu salam tiap dua rakaat.

Baca Juga: Niat, Doa dan Tata Cara Salat Duha di Bulan Ramadan

3. Bacaan niat salat tasbih

  • Niat salat tasbih siang hari, empat rakaat dikerjakan langsung dengan satu salam sebagai berikut:

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلَّهِ تَعَالَى

“Usholli sunnatat-tashbiihi arba’a raka’ati lillahi taa’alaa.”

Artinya: “Aku berniat salat sunah tasbih empat rakaat karena Allah ta’ala.”

  • Niat salat tasbih malam hari, dua kali salat dengan satu salam tiap dua rakaat sebagai berikut:

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

“Usholli sunnatat-tashbiihi rok’ataini lillahi taa’alaa”.

Artinya: “Aku berniat salat sunah tasbih dua rakaat karena Allah ta’ala.”

4. Aturan jumlah bacaan tasbih dalam tiap rakaat

Dalam mengerjakan salat tasbih ada aturan jumlah kalimat tasbih yang harus dibaca. Aturan pembacaannya adalah sebagai berikut:

  • 15 kali tasbih setelah membaca surat pendek
  • 10 kali tasbih saat ruku, setelah bacaan ruku selesai
  • 10 kali tasbih saat i’tidal, setelah bacaan i’tidal selesai
  • 10 kali tasbih saat sujud pertama, setelah bacaan sujud selesai
  • 10 kali tasbih saat duduk di antara dua sujud, setelah bacaan iftirasy selesai
  • 10 kali tasbih saat sujud kedua , setelah bacaan sujud selesai
  • 10 kali tasbih setelah bacaan atahiyat atau sebelum salam

Lafal kalimat tasbihnya adalah:

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

“Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallohu allohu akbar.”

Artinya: “Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar.”

Itulah niat, doa dan tata cara salat tasbih di bulan ramadan. Sambil istirahat siang di bulan puasa ini, kamu bisa mengerjakan empat rakaat salat tasbih. Itung-itung menambah pahala dan keberkahan di bulan Ramadan, kan?

Pelajarilah Dahulu Adab dan Akhlak

Terlalu banyak menggeluti ilmu diin sampai lupa mempelajari adab. Lihat saja sebagian kita, sudah mapan ilmunya, banyak mempelajari tauhid, fikih dan hadits, namun tingkah laku kita terhadap orang tua, kerabat, tetangga dan saudara muslim lainnya bahkan terhadap guru sendiri jauh dari yang dituntunkan oleh para salaf.

Coba lihat saja kelakuan sebagian kita terhadap orang yang beda pemahaman, padahal masih dalam tataran ijtihadiyah. Yang terlihat adalah watak keras, tak mau mengalah, sampai menganggap pendapat hanya boleh satu saja tidak boleh berbilang. Ujung-ujungnya punya menyesatkan, menghizbikan dan mengatakan sesat seseorang.

Padahal para ulama sudah mengingatkan untuk tidak meninggalkan mempelajari masalah adab dan akhlak.

Namun barangkali kita lupa?

Barangkali kita terlalu ingin cepat-cepat bisa kuasai ilmu yang lebih tinggi?

Atau niatan dalam belajar yang sudah berbeda, hanya untuk mendebat orang lain?

Pelajarilah Adab Sebelum Mempelajari Ilmu

Ketahuilah bahwa ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah adab dan akhlak. Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf ulama. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,

تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم

“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,

بالأدب تفهم العلم

“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”

Guru penulis, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”

Oleh karenanya, para ulama sangat perhatian sekali mempelajarinya.

Ibnul Mubarok berkata,

تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين

“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”

Ibnu Sirin berkata,

كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم

“Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.”

Makhlad bin Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok,

نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من حديث

“Kami lebih butuh dalam mempelajari adab daripada banyak menguasai hadits.” Ini yang terjadi di zaman beliau, tentu di zaman kita ini adab dan akhlak seharusnya lebih serius dipelajari.

Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata,

ما نقلنا من أدب مالك أكثر مما تعلمنا من علمه

“Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.” –

Imam Malik juga pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota Madinah di masanya-. Ibuku berkata,

تعلم من أدبه قبل علمه

“Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”

Imam Abu Hanifah lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Karena dari situ beliau banyak mempelajari adab, itulah yang kurang dari kita saat ini. Imam Abu Hanifah berkata,

الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ

“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.” (Al Madkhol, 1: 164)

Di antara yang mesti kita perhatikan adalah dalam hal pembicaraan, yaitu menjaga lisan. Luruskanlah lisan kita untuk berkata yang baik, santun dan bermanfaat. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata,

من عدَّ كلامه من عمله ، قلَّ كلامُه إلا فيما يعنيه

“Siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat” Kata Ibnu Rajab, “Benarlah kata beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291).

Yang kita saksikan di tengah-tengah kita, “Talk more, do less (banyak bicara, sedikit amalan)”.

Berbeda Pendapat Bukan Berarti Mesti Bermusuhan

Sungguh mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar semacam Imam Syafi’i kepada Yunus Ash Shadafiy -nama kunyahnya Abu Musa-. Imam Syafi’i berkata,

يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ

“Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” (Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16).

Berdoalah Agar Memiliki Adab dan Akhlak yang Mulia

Dari Ziyad bin ‘Ilaqoh dari pamannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca do’a,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ

“Allahumma inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’ [artinya: Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar].” (HR. Tirmidzi no. 3591, shahih)

Doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya,

اللَّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ

“Allahummahdinii li ahsanil akhlaaqi laa yahdi li-ahsanihaa illa anta, washrif ‘anni sayyi-ahaa, laa yashrif ‘anni sayyi-ahaa illa anta [artinya: Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau].” (HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)

أسأل الله أن يزرقنا الأدب وحسن الخلق

Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar mengaruniakan pada kami adab dan akhlak yang mulia.

Referensi:

Ta’zhimul ‘Ilmi, Syaikh Sholeh bin ‘Abdillah bin Hamad Al ‘Ushoimi, Muqorrorot Barnamij Muhimmatil ‘Ilmi.

Siyar A’laamin Nubala’, Imam Adz Dzahabi, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan ke-11, tahun 1422 H, jilid ke-10.

Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, Tahqiq: Syaikh Syu’aib Al Arnauth dan Syaikh Ibrahim Yajus, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kesepuluh, tahun 1432 H.

Al Madkhol, Mawqi’ Al Islam, Maktabah Asy Syamilah

http://majles.alukah.net/t17143/

Disusun di pagi hari penuh berkah di Pesantren DS Gunungkidul, 11 Jumadats Tsaniyah 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/21107-pelajarilah-dahulu-adab-dan-akhlak.html

*Jagalah Dirimu Dengan Shalat*

Assalamu’alaikum. Coba kita renungkan bersama hikmah sholat yang Allah SWT berikan kepada kita.

Coba perhatikan shalat kita. Tidak terhitung berapa kali kita lupa rakaat dalam shalat. Alih-alih bersedih dengan “lupa rakaat” shalat, seringkali kita justru menunda shalat karena urusan dunia. Atau bahkan meninggalkan shalat. Astaghfirullahal ‘adzim. Kita merasa terlalu sibuk sehingga shalat kita terabaikan. Padahal shalatlah yang pertama kali akan dihitung pada hari kiamat. Bagi yang sudah menjalankan shalat lima waktu, mari kita perbaiki lagi dengan menjaga shalat di awal waktu. Kemudian kita tingkatkan lagi dengan shalat sunnah dan amalan ibadah lain. Dengan begitu peran shalat dalam mencegah keji dan mungkar bisa menjadi nyata layaknya QS Al Ankabut ayat 45:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. ( QS. Al Ankabut ayat : 45)

Allah mengerti kesibukan hambanya, dan Allah pula mengetahui keinginan hambanya. Sebab itulah, cukup kita tunaikan kewajiban kita sebagai hamba yang taat kepada-Nya, shalat salah satunya. Jika kita tidak mau menjaga shalat, bagaimana Allah akan terus menjaga kita dari banyaknya masalah dan marabahaya di dunia?

Selain mendapatkan bukti nyata bahwa shalat bisa mencegah kemungkaran, Allah akan memuliakan seseorang yang mau menjaga shalatnya. Dalam sebuah hadis disabdakan:

وقال صلى الله عليه وسلم من حافظ على الصلاة اكرمه الله بخمس خصال: يرفع عنه ضيق العيش وعذاب القبر ويعطيه الله كتابه بيمينه ويمر على الصراط كالبرق ويدخل الجنة بغير حساب

Rasulullah bersabda : ”Barangsiapa menjaga shalat, niscaya dimuliakan oleh Allah dengan lima perkara, yaitu (1) Allah akan menghilangkan kesempitan hidupnya, (2) Allah akan menghilangkan siksa kubur darinya, (3) Allah akan memberikan buku catatan amalnya dengan tangan kanan, (4) dia akan melewati jembatan (shirat) cepat bagaikan kilat, dan (5) dia akan masuk surga tanpa hisab”

Lima keutamaan tersebut akan Allah berikan kepada seseorang yang mau menjaga shalat tiap waktunya. Itulah ganjaran yang diberikan Allah kepada orang yang menjaga shalat sungguh istimewa dan luar biasa. Karena untuk menjadi hamba yang bisa menjaga shalatnya juga membutuhkan kegigihan yang luar biasa.

Kisah Pemuda Yang Menikahi Wanita “Buta, Tuli, Bisu dan Lumpuh”

Seorang lelaki yang soleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berfikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lazat itu, akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahawa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin pemiliknya.

Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar meninta dihalalkan buah yang telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, “Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap anda menghalalkannya”. Orang itu menjawab, “Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan menjaga dan mengurus kebunnya”.

Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, “Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah ku makan ini.”Pengurus kebun itu memberitahukan, “Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam”.

Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, “Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku kerana tanpa izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah s.a.w. sudah memperingatkan kita melalui sabdanya: “Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka”

Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata,” Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Kerana itu mahukah tuan menghalalkan apa yang sudah ku makan itu?”

Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, “Tidak, aku tidak boleh menghalalkannya kecuali dengan satu syarat.” Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu kerana takut ia tidak dapat memenuhinya. Maka segera ia bertanya, “Apa syarat itu tuan?” Orang itu menjawab, “Engkau harus mengawini putriku !”

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, “Apakah kerana hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu?”

Tetapi pemilik kebun itu tidak mempedulikan pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, “Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!”

Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berfikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, “Selain syarat itu aku tidak boleh menghalalkan apa yang telah kau makan !”

Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, “Aku akan menerima pinangannya dan perkahwinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul ‘alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya kerana aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta’ala”.

Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkahwinan selesai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui isterinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berfikir akan tetap mengucapkan salam walaupun isterinya tuli dan bisu, kerana bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam, “Assalamu”alaikum…”

Tak disangka sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi isterinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut kerana wanita yang kini menjadi isterinya itu menyambut uluran tangannya.

Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. “Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahawa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula”, Kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berfikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ?

Setelah Tsabit duduk di samping isterinya, dia bertanya, “Ayahmu mengatakan kepadaku bahawa engkau buta. Mengapa?” Wanita itu kemudian berkata, “Ayahku benar, kerana aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah”. Tsabit bertanya lagi, “Ayahmu juga mengatakan bahawa engkau tuli, mengapa?” Wanita itu menjawab, “Ayahku benar, kerana aku tidak pernah mahu mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah.

Ayahku juga mengatakan kepadamu bahawa aku bisu dan lumpuh, bukan?” Tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan isterinya. Selanjutnya wanita itu berkata, “aku dikatakan bisu kerana dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta’ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh kerana kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang boleh menimbulkan kegusaran Allah Ta’ala”.

Tsabit amat bahagia mendapatkan isteri yang ternyata amat soleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang isterinya, “Ketika kulihat wajahnya… Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap”.

Tsabit dan isterinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikurniakan seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia, Beliau adalah Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit.

Post yang sama : http://www.akhwatmuslimah.com/2011/12/14/564/kisah-pemuda-yang-menikahi-wanita-buta-tuli-bisu-dan-lumpuh/

Kisah Pemabuk Yang Membuat Rasulullah Tertawa

Video Kisah: https://youtu.be/AiZhyqQn4QM

Assalamu’alaikum.
Rasulullah selalu memiliki sahabat yang baik hati menjaga bahkan bisa membuatnya tertawa. Salah satu sahabat yang senang melawak dan jahil adalah Nuaiman bin Amru bin Rafa’ah. Ia memiliki watak yang jahil sehingga yang di dekatnya mudah tertawa bahagia. Meskipun wataknya lucu, Nuaiman juga seorang mujahid sejati Islam. Beliau pernah mengikuti perang badar bersama Rasulullah dan para sahabat lainnya.

Nuaiman bin Amru adalah salah seorang sahabat Nabi yang merupakan penduduk Madinah dari kalangan kaum Anshar. Pada peperangan Badar, ia turut berjihad bersama Rasulullah SAW. Dikalang para sahabat, ia terkenal sebaagai sahabat yang suka bergurau.

Malangnya, Nuaiman pernah menjadi pemabuk yang ketagihan arak semasa zaman Rasulullah SAW. Beliau telah ditangkap dan Nabi telah mengarahkannya dicambuk. Beliau telah ditangkap dua kali dan kemudian dicambuk lagi. Oleh karena dia masih tidak putus asa tabiat itu, Nabi mengaarahkan supaya dipukul dengan kasut. Apabila beliau masih saja tidak berhenti minum, Rasulullah akhirnya berkata, “ Jika dia kembali (meminum arak) maka bunuhlah dia.”

Walaupun bertegas, Rasulullah SAW masih menaruh harapan untuk Nuaiman memperbaiki diri. Akhirnya Nuaiman bertaubat juga mengakui kesalahannya. Ia memohon ampun kepada Allah SWT. Inilah yang beliau lakukan dan beliau mendapat perhatian Nabi dan para sahabat yang menikmatui senda gurau dan ketawa beliau.

Pernah suatu saat Nuaiman berangkat bersama Abu Bakar ke Basrah untuk berniaga. Bersama mereka ikut pula Suwaibith, yang bertugas membawa perbekalan. Nuaiman meminta kepada Suwaibith agar diberi makanan, tapi ditolaknya karena bos mereka sedang tidak di tempat.

“Tunggulah sampai Abu Bakar datang,” katanya. Nuaiman jengkel, lalu mengeluarkan ‘ancaman’, “Tunggu pembalasanku!”

Nuaiman lantas menemui beberapa orang, menawarkan budaknya dengan harga sangat murah, sambil membocorkan kelemahannya, yaitu budaknya sering mengaku dirinya seorang merdeka. Yang ditawari setuju, lalu bersama Nuaiman mereka menuju ke tempat Suwaibith duduk. Nuaiman menunjuk kepadanya. Tentu saja Suwaibith berontak sambil mengatakan dirinya bukan budak. Tapi si pembeli berkeras mengikatnya dan berkata, “Kami sudah paham sifatmu.” Untung Abu Bakar segera datang dan urusan jadi gamblang.

Ketika peristiwa tersebut diceritakan kepada Nabi, beliau tertawa, bahkan sepanjang tahun setiap beliau ingat atau diingatkan atau di ceritakan. Nuaiman adalah pembawa kegembiraan. Mungkin karena itu, Nabi pernah berkata, “Nuaiman akan masuk surga sambil tertawa, karena ia sering membuatku tertawa.”

Cerita tentang Nuaiman menyegarkan ingatan kita bahwa Nabi adalah pribadi yang ceria. Suka tertawa, bercanda, dan tidak melulu bersikap resmi. Ia biasa bersenda gurau dengan para sahabat dan istri-istrinya. Sayangnya, riwayat-riwayat tentang sisi manusiawi ini jarang diedarkan. Nabi dihadirkan sebagai sosok yang lurus, kaku, dan hanya suka memberikan perintah atau gemar melarang-larang saja.

Sebagai umat Nabi, kita berhasrat meneladaninya secara penuh. Kita meninggalkan sesuatu yang dibenci Nabi dan berusaha menyukai apa saja yang dia senangi. Tapi kita sering melupakan sikap lapang dada dan humorisnya. Jadilah kita sedikit-sedikit merasa dihina, dilecehkan, lalu murka.

Sebenarnya masih banyak kisah atau cerita seperti ini pada zaman Rasulullah.

JANGAN MERASA LEBIH BAIK

Kisah Sufi Syekh Abdul Qodir Al Jailani & Pemabuk

Suatu hari Syekh Abdul Qodir Al Jailani melihat seorang peminum Khomer (minuman keras) yang sempoyongan karena mabuk berat, ⠀

Lalu terlintas di hati Syekh Abdul Qodir bahwa ia lebih baik dari si pemabuk. ⠀

Tiba-tiba si pemabuk memanggilnya: ⠀

“Wahai Syekh Abdul Qodir, Tuhanku Maha Mampu untuk menjadikan aku sepertimu dan menjadikanmu sepertiku”. ⠀

Spontan Syekh Abdul Qodir Al Jailani kaget dan beristighfar seraya menundukkan kepalanya.

Wahai saudaraku ingkarilah kemungkaran dan hal-hal yang bertentangan dengan syariat dan jadikan pengingkaranmu terhadap perbuatannya bukan orangnya. ⠀

(Al Anwar Al Qudsiyah oleh Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’roni)

Pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini: 

Jangan merasa lebih baik dari makhluk Allah سبحانه وتعالى karena Allah سبحانه وتعالى maha mampu untuk memuliakan serta menghinakan siapa saja yang Dia kehendaki.

Semoga bermanfaat 

Mudah-mudahan kita mendapat taufiq sehingga kita bisa di golongkan dengan orang-orang sholeh…

Aamiin…

⠀ اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد

Dialog Iblis dengan Rasulullah SAW Part II

Post Sebelumnya…

Pertanyaan Nabi (3): “Hai Iblis! Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekerjaan yang tidak mendatangkan faedah bahkan menambahkan laknat yang besar serta siksa yang besar di neraka yang paling bawah? Hai yang dikutuk Allah! Siapa yang menjadikanmu? Siapa yang melanjutkan usiamu? Siapa yang menerangkan matamu? Siapa yang memberi pendengaranmu? Siapa yang memberi kekuatan anggota badanmu?’

            Jawaban Iblis: “semuanya itu adlah anugerah daripada Allah Yang Maha Besar juga. Tetapi hawa nafsu dan takabur membuatku menjadi jahat sebesar-besarnya. Engkau lebih tahu bahwa Diriku telah beribu-ribu tahun menjadi ketua seluruh Malaikat dan pangkatku telah dinaikkan dari satu langit ke satu langit yang tinggi. Kemudian aku tinggal di dunia ini beribadat Bersama sekalian Malaikat beberapa waktu lamanya. Tiba-tiba datang firman Allah SWT hendak menjadikan seorang Khalifah di dunia ini, maka aku membantah. Lalu Allah menciptakan lelaki (Nabi Adam) lalu dititahkan seluruh Malaikat memberi hormat kepada lelaki itu, kecuali aku yang ingkar. Oleh karena itu Allah murka kepadaku dan wajahnya yang tampan rupawan dan bercahaya itu bertukar menjadi keji dan kelam. Aku merasa sakit. Kemudian Allah menjadikan Adam raja di syurga dan dikaruniakan seorang permaisuri (Siti Hawa) yang memerintah seluruh bidadari. Aku bertambah dengki dan dendam kepada mereka. Akhirnya aku berhasil menipu mereka melalui Siti Hawa yang Menyuruh Adam memakan buah Khuldi, lalu keduanya diusir dari syurga ke dunia. Keduanya berpisah beberapa tahun dan kemudian dipertemukan Allah (di Padang Arafah), hingga mereka mendapat beberapa orang anak. Kemudian kami hasut anak lelakinya Qabil supaya membunuh saudaranya Habil. Itu pun aku masih tidak puas hati dan berbagaitipu daya aku lakukan hingga Hari Kiamat. Sebelum Engkau lahir ke dunia, aku beserta bala tentaraku dengan mudah dapat naik ke langit untuk mencuri segala rahasia serta tulisan yang menyuruh manusia berbuat ibadat serta balasan pahala dan syurga mereka. Kemudian aku turun ke dunia, dan memberitahu manusia yang lain daripada apa yang sebenarnya aku dapatkan, dengan berbagai tipu daya hingga tersesat dengan berbagai kitab bid’ah dan carut-marut. Tetapi ketika engkau lahir ke dunia ini, maka aku tidak dibenarkan oleh Allah untuk naik ke langit serta mencuri rahasia, karena banyak Malaikat yang menjaga di setiap lapisan pintu langit. Jika aku berkeras juga hendak naik, aka Malaikat akan melontarkan anak panah dari api yang menyala. Sudah banyak bala tentaraku yang terkena lontaran Malaikat itu dari semuanya terbakar menjadi abu. Maka besarlah kesusahanku dan bala tentaraku untuk menjalankan tugas menghasut.”

            Pertanyaan Nabi (4): “Hai Iblis! Apakah yang pertama engkau tipu dari manusia?”

            Jawab Iblis: “Pertama sekali aku palingkan itikad/niatnya, imannya kepada kafir juga ada dari segi perbuatan, perkataan, kelakuan atau hatinya. Jika tidak berhasil juga. Aku akan Tarik dengan cara mengurangi pahala. Lama-kelamaan mereka akan terjerumuh mengikuti kemauan jalanku.”

            Pertanyaan Nabi (5): “Hai Iblis! Jika umatku sholat karena Allah, bagaimana keadaanmu?

            Jawab Iblis: “Sebesar-besarnya kesusahanku. Gemetarlah badanku dan lemah tulang sendiku. Maka aku kerahkan berpuluh-puluh iblis datang menggoda seorang manusia, pada setiap anggota badannya. Setengah-setengahnya datang pada setiap anggota badannya supaya malas sholat, was-was, terlupa bilangan rakaatnya, bimbang pada pekerjaan dunia yang ditinggalkan, senantiasa hendak menjeling ke kiri kanan, telinganya senantiasa mendengar orang bercakap serta bunyi-bunyi yang lain. Setengah Iblis duduk di belakang badan orang yang sembahyang itu supaya dia tidak kuasa sujud berlama-lama, penat atau duduk tahiyat dan dalam hatinya senantiasa hendak cepat habis sholatnya, itu semua membawa kepada kurangnya pahala. Jika para Iblis itu tidak dapat menggoda manusia itu, maka aku sendiri akan menghukum mereka dengan seberat-berat hukuman.”

            Pertanyaan Nabi (6): “Jika umatku membaca Al-Qur’an karena Allah, bagaimana perasaanmu?

            Jawab Iblis: “Jika mereka membaca Al-Qur’an karena Allah, maka rasa terbakarlah tubuhku, putus-putus segala uratku lalu aku lari daripadanya.”

Pertanyaan Nabi (7): “Jika umatku mengerjakan haji karena Allah, bagaimana perasaanmu?”

            Jawab Iblis: “Binasalah diriku, gugurlah daging dan tulangku karena mereka telah mencukupi rukun Islamnya.”

Isra’ Rasulullah: Tanggung Jawab Umat Muslim Membebaskan Al-Quds dari Kaum Para Penjajah

Metroislam.id – Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, dengan wafatnya Abu Thalib dan Khadijah radhiyallahu ‘anha, kaum Quraisy merasa lebih leluasa mengganggu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan semakin meningkatkan penganiayaan mereka kepada para sahabat, sehingga kondisi itu memaksa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi ke Thaif untuk berdakwah dan meminta bantuan kepada para pemimpinnya agar bersedia melindungi dakwahnya. Namun para pemimpin dan penduduk Thaif ternyata tidak lebih baik dari peduduk Makkah. Beliau dilukai dan dihina sampai akhirnya memutuskan untuk kembali lagi ke Makkah dengan perasaan duka yang mendalam. Dalam situasi penuh duka dan kesedihan inilah Allah Ta’ala muliakan Nabinya dengan mukjizat Isra’ mi’raj untuk meringankan jiwanya yang terluka dan hatinya yang berduka.

Di dalam peristiwa mukjizat ini beliau menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Allah ta’ala yang agung serta isyarat-isyarat pertolongan-Nya sehingga bertambahlah keyakinannya bahwa Allah Ta’ala akan selalu menolongnya. Semakin kuat pula azam dan ruhiyah beliau dalam menyampaikan risalah Rabbnya.

Mukjizat isra mi’raj ini pun sekaligus menjadi ujian bagi kaum muslimin, sehingga tersaringlah mana yang kuat keimanannya dan mana yang lemah keimanannya di antara mereka. Ibnu Ishaq rahimahullah berkata:

وَكَانَ فِي مَسْرَاهُ وَمَا ذُكِرَ عَنْهُ بَلَاءٌ وَتَمْحِيصٌ وَأَمْرٌ مِنْ أَمْرِ اللهِ فِي قُدْرَتِهِ وَسُلْطَانِهِ فِيهِ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ وَثَبَاتٌ لِمَنْ آمَنَ وَصَدّقَ وَكَانَ مِنْ أَمْرِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى يَقِينٍ فَأُسْرِيَ بِهِ كَيْفَ شَاءَ لِيُرِيَهُ مِنْ آيَاتِهِ مَا أَرَادَ حَتّى عَايَنَ مَا عَايَنَ مِنْ أَمْرِهِ وَسُلْطَانِهِ الْعَظِيمِ وَقُدْرَتِهِ الّتِي يَصْنَعُ بِهَا مَا يُرِيدُ

“…Perjalanan ini dan seluruh peristiwa yang disebutkan di dalamnya menjadi ujian dan penyaringan; menjadi salah satu bukti kekuatan kehendak dan kekuasaan-Nya. Di dalamnya terdapat pelajaran bagi kaum yang berfikir, petunjuk dan rahmat-Nya, serta peneguhan bagi mereka yang beriman dan membenarkan. Peristiwa ini adalah urusan Allah Ta’ala yang harus diyakini; bagaimana Allah memperjalankan sesuai dengan yang dikehendaki-Nya untuk menunjukkan kepadanya ayat-ayat yang dikehendaki-Nya. Sehingga terlihat jelas sebagian ayat-ayat dan kekuatan-Nya yang agung serta kehendaknya untuk melakukan apa yang diinginkan-Nya.” (Siratun Nabiy libni Hisyam, Juz 2 hal. 2)

Waktu Isra’ Mi’raj

Ibnu Katsir menguatkan pendapat yang mengatakan bahwa Isra’ mi’raj itu terjadi pada masa sepuluh tahun setelah kenabian. (Lihat: Al-Bidayah Wan Nihayah, Juz 3 hal. 111). Dan yang masyhur mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada malam 23 bulan Rajab (Pembahasan lebih lengkap silahkan dirujuk di Fathul Bari, Juz 8, hal. 201)

Persiapan Rasulullah Untuk Isra Miraj

Pada malam Isra’ itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermalam bersama dengan pamannya, Hamzah bin Abdul Muththalib, anak pamannya, Ja’far bin Abi Thalib, di rumah Ummi Hani’ bin Abi Thalib.

Jibril mendatanginya melewati atap rumah, turun dan mengambil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, membawanya ke masjidil haram kemudian membaringkannya, membelah dadanya, dari bawah leher sampai ke bawah perutnya, mengeluarkan hatinya, membersihkannya dengan air zam-zam, kemudian memenuhinya dengan iman dan hikmah, lalu mengembalikannya dan tidak ada lagi bekas belahan, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak merasakan sakit. (lihat: Fathul Bari, Juz 4, hal. 203).

Hikmah pembelahan dada adalah untuk menambah kekuatan keyakinan. Sebab ketika melihat perutnya telah terbelah dan tidak merasa sakit, maka semakin yakin bahwa ia akan aman dari semua hal yang biasanya menakutkan. Dari itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi manusia yang sangat pemberani.

Makna Al-Isra’

Isra adalah Allah memperjalankan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjdil Aqsha di Al-Quds, secara fisik dan ruh, dalam keadaan sadar, lalu kembali ke Makkah dalam sebagian malam. Kaum mukminin tidak merasa aneh dengan hal ini karena semuanya terjadi dengan perintah dan kekuasaan Allah Ta’ala.

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia.” (QS. Yaasiin, 36: 82)

Dalil ketetapannya:

Peristiwa ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Isra, 17: 1)

Ditetapkan pula dengan hadits shahih, diantaranya hadits muttafaq alaih, Al-Bukhari dan Muslim (Lihat pula: Al- Lu’lu wal Marjan, Kitab Iman; Tafsir Ibnu Katsir, Juz 5 hal. 3; dan Sirah Ibnu Hisyam, Juz 2, hal. 3).

Dari sekian banyak hadits yang menceritakan peristiwa mukjizat ini, diantaranya adalah hadits berikut:

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ الْبُنَانِيُّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُتِيتُ بِالْبُرَاقِ وَهُوَ دَابَّةٌ أَبْيَضُ طَوِيلٌ فَوْقَ الْحِمَارِ وَدُونَ الْبَغْلِ يَضَعُ حَافِرَهُ عِنْدَ مُنْتَهَى طَرْفِهِ قَالَ فَرَكِبْتُهُ حَتَّى أَتَيْتُ بَيْتَ الْمَقْدِسِ قَالَ فَرَبَطْتُهُ بِالْحَلْقَةِ الَّتِي يَرْبِطُ بِهِ الْأَنْبِيَاءُ قَالَ ثُمَّ دَخَلْتُ الْمَسْجِدَ فَصَلَّيْتُ فِيهِ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجْتُ فَجَاءَنِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام بِإِنَاءٍ مِنْ خَمْرٍ وَإِنَاءٍ مِنْ لَبَنٍ فَاخْتَرْتُ اللَّبَنَ فَقَالَ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اخْتَرْتَ الْفِطْرَةَ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِآدَمَ فَرَحَّبَ بِي وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الثَّانِيَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِابْنَيْ الْخَالَةِ عِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ وَيَحْيَى بْنِ زَكَرِيَّاءَ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِمَا فَرَحَّبَا وَدَعَوَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ أَنْتَ قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِيُوسُفَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا هُوَ قَدْ أُعْطِيَ شَطْرَ الْحُسْنِ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الرَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قَالَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِإِدْرِيسَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ { وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا } ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ الْخَامِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِهَارُونَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ بِنَا إِلَى السَّمَاءِ السَّادِسَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام قِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِمُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَحَّبَ وَدَعَا لِي بِخَيْرٍ ثُمَّ عَرَجَ إِلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ فَاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ فَقِيلَ مَنْ هَذَا قَالَ جِبْرِيلُ قِيلَ وَمَنْ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِيلَ وَقَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ قَالَ قَدْ بُعِثَ إِلَيْهِ فَفُتِحَ لَنَا فَإِذَا أَنَا بِإِبْرَاهِيمَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسْنِدًا ظَهْرَهُ إِلَى الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ وَإِذَا هُوَ يَدْخُلُهُ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ لَا يَعُودُونَ إِلَيْهِ ثُمَّ ذَهَبَ بِي إِلَى السِّدْرَةِ الْمُنْتَهَى وَإِذَا وَرَقُهَا كَآذَانِ الْفِيَلَةِ وَإِذَا ثَمَرُهَا كَالْقِلَالِ قَالَ فَلَمَّا غَشِيَهَا مِنْ أَمْرِ اللَّهِ مَا غَشِيَ تَغَيَّرَتْ فَمَا أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللَّهِ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَنْعَتَهَا مِنْ حُسْنِهَا فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيَّ مَا أَوْحَى فَفَرَضَ عَلَيَّ خَمْسِينَ صَلَاةً فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَنَزَلْتُ إِلَى مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا فَرَضَ رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ قُلْتُ خَمْسِينَ صَلَاةً قَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ فَإِنِّي قَدْ بَلَوْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَخَبَرْتُهُمْ قَالَ فَرَجَعْتُ إِلَى رَبِّي فَقُلْتُ يَا رَبِّ خَفِّفْ عَلَى أُمَّتِي فَحَطَّ عَنِّي خَمْسًا فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَقُلْتُ حَطَّ عَنِّي خَمْسًا قَالَ إِنَّ أُمَّتَكَ لَا يُطِيقُونَ ذَلِكَ فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ قَالَ فَلَمْ أَزَلْ أَرْجِعُ بَيْنَ رَبِّي تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَبَيْنَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لِكُلِّ صَلَاةٍ عَشْرٌ فَذَلِكَ خَمْسُونَ صَلَاةً وَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ لَهُ عَشْرًا وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا لَمْ تُكْتَبْ شَيْئًا فَإِنْ عَمِلَهَا كُتِبَتْ سَيِّئَةً وَاحِدَةً قَالَ فَنَزَلْتُ حَتَّى انْتَهَيْتُ إِلَى مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرْتُهُ فَقَالَ ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ فَاسْأَلْهُ التَّخْفِيفَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ قَدْ رَجَعْتُ إِلَى رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ

Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku telah didatangi Buraq. Yaitu seekor binatang yang berwarna putih, lebih besar dari keledai tetapi lebih kecil dari bighal. Ia merendahkan tubuhnya sehingga perut buraq tersebut mencapai ujungnya.” Beliau bersabda lagi: “Maka aku segera menungganginya sehingga sampai ke Baitul Maqdis.” Beliau bersabda lagi: “Kemudian aku mengikatnya pada tiang masjid sebagaimana yang biasa dilakukan oleh para Nabi. Sejurus kemudian aku masuk ke dalam masjid dan mendirikan shalat sebanyak dua rakaat. Setelah selesai aku terus keluar, tiba-tiba aku didatangi oleh Jibril dengan membawa semangkuk arak dan semangkuk susu. Dan aku pun memilih susu. Lalu Jibril berkata, ‘Kamu telah memilih fitrah’. Lalu Jibril membawaku naik ke langit. Ketika Jibril meminta agar dibukakan pintu, maka ditanyakan, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Ditanyakan lagi, ‘Siapa yang bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutus? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutus.’ Maka dibukalah pintu untuk kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Adam, dia menyambutku serta mendoakanku dengan kebaikan. Lalu aku dibawa naik ke langit kedua. Jibril lalu minta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapa yang bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad.’ Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakaria, mereka berdua menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik langit ketiga. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Lalu ditanyakan, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Yusuf Alaihis Salam, ternyata dia telah dikaruniakan dengan kedudukan yang sangat tinggi. Dia terus menyambut aku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keempat. Jibril pun meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Idris Alaihis Salam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Allah berfirman: ‘(Dan kami telah menganggkat ke tempat yang tinggi darjatnya) ‘. Aku dibawa lagi naik ke langit kelima. Jibril lalu meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Harun Alaihissalam, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit keenam. Jibril lalu meminta supaya dibukakan pintu. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Musa, dia terus menyambutku dan mendoakan aku dengan kebaikan. Aku dibawa lagi naik ke langit ketujuh. Jibril meminta supaya dibukakan. Kedengaran suara bertanya lagi, ‘Siapakah kamu? ‘ Jibril menjawabnya, ‘Jibril’. Jibril ditanya lagi, ‘Siapakah bersamamu? ‘ Jibril menjawab, ‘Muhammad’. Jibril ditanya lagi, ‘Apakah dia telah diutuskan? ‘ Jibril menjawab, ‘Ya, dia telah diutuskan’. Pintu pun dibukakan kepada kami. Tiba-tiba aku bertemu dengan Nabi Ibrahim Alaihissalam, dia sedang berada dalam keadaan menyandar di Baitul Makmur. Keluasannya setiap hari bisa memasukkan tujuh puluh ribu malaikat. Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi kepadanya (Baitul Makmur). Kemudian aku dibawa ke Sidratul Muntaha. Daun-daunnya besar seperti telinga gajah dan ternyata buahnya sebesar tempayan.” Beliau bersabda: “Ketika beliau menaikinya dengan perintah Allah, maka sidrah muntaha berubah. Tidak seorang pun dari makhluk Allah yang mampu menggambarkan keindahannya karena indahnya. Lalu Allah memberikan wahyu kepada beliau dengan mewajibkan shalat lima puluh waktu sehari semalam. Lalu aku turun dan bertemu Nabi Musa Alaihissalam, dia bertanya, ‘Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu kepada umatmu? ‘ Beliau bersabda: “Shalat lima puluh waktu’. Nabi Musa berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan karena umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Aku pernah mencoba Bani Israel dan menguji mereka’. Beliau bersabda: “Aku kembali kepada Tuhan seraya berkata, ‘Wahai Tuhanku, berilah keringanan kepada umatku’. Lalu Allah subhanahu wata’ala. mengurangkan lima waktu shalat dari beliau’. Lalu aku kembali kepada Nabi Musa dan berkata, ‘Allah telah mengurangkan lima waktu shalat dariku’. Nabi Musa berkata, ‘Umatmu tidak akan mampu melaksanakannya. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi’. Beliau bersabda: “Aku masih saja bolak-balik antara Tuhanku dan Nabi Musa, sehingga Allah berfirman: ‘Wahai Muhammad! Sesungguhnya aku fardukan lima waktu sehari semalam. Setiap shalat fardu dilipatgandakan dengan sepuluh kali lipat. Maka itulah lima puluh shalat fardu. Begitu juga barangsiapa yang berniat, untuk melakukan kebaikan tetapi tidak melakukanya, niscaya akan dicatat baginya satu kebaikan. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barangsiapa yang berniat ingin melakukan kejahatan, tetapi tidak melakukannya, niscaya tidak dicatat baginya sesuatu pun. Lalu jika dia mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan baginya’. Aku turun hingga sampai kepada Nabi Musa, lalu aku memberitahu kepadanya. Dia masih saja berkata, ‘Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan’. Aku menjawab, ‘Aku terlalu banyak berulang-ulang kembali kepada Tuhanku, sehingga menyebabkanku malu kepada-Nya’.” (HR. Muslim No. 234)

Orang yang mengingkarinya, hukumnya kafir, karena mendustakan Al-Qur’an dan hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hikmah Isra ke Masjidil Aqsha

Isra menuju ke Masjidil Aqsha dan tidak ke masjid lainnya adalah karena kedudukan dan kemuliaan masjid ini di sisi Allah Ta’ala, serta untuk menjelaskan hubungan erat di antara para nabi, juga menjelaskan hubungan antara agama yang mereka bawa dari Allah Ta’ala. Dalam hal ini terdapat pula isyarat pewarisan risalah kepada rasul terakhir, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, Masjidil Aqsha dan sekitarnya menjadi tanah Islam yang harus dijaga oleh kaum muslimin, dan dibebaskan dari tangan-tangan para penjarah.

Kejadian dalam Isra’

Ketika Jibril usai membedah dada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra’ itu, dan mempersiapkan sarana untuk perjalanan mengagumkan ini dengan Buraq –kendaraan berwarna putih, lebih besar dari keledai, lebih kecil dari bighal, sangat cepat, jangkauan kaki depannya sejauh pandangan matanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengendarainya didampingi Malaikat Jibril, lalu Buraq itu pergi ke Baitul Maqdis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam turun. Jibril mengikat Buraq lalu masuk masjid, beliau bertemu dengan Ibrahim, Musa, dan Isa alaihimassalam bersama dengan sejumlah para nabi yang telah berkumpul untuk menyambutnya. Malaikat Jibril membawa beliau ke depan, lalu mengimami shalat dua rakaat. Kemudian keluar dari masjid dan Jibril membawa dua gelas –satu berisi khamr dan satunya berisi susu- lalu nabi memilih susu, dan Jibril berkata: “Engkau telah memilih yang fitrah, engkau telah memilih tanda Islam dan istiqamah.” (MI/red)

Post yang sama: https://metroislam.id/2020/03/23/isra-rasululah-tanggung-jawab-umat-muslim-membebaskan-al-quds-dari-kaum-para-penjajah/