Malam Nisfu Sya’ban 2020, Ini Dalil Amalan Malam Nisfu Sya’ban

Benarkah bahwa amalan pada malam nisfu Sya’ban bid’ah? Berikut ini dalil nisfu Sya’ban agar kita tidak ragu dalam melaksanakan amalan Nisfu Sya’ban tahun 2020 ini.Malam nisfu Sya’ban 2020 jatuh pada tanggal 8 Maret 2020, yang bertepatan dengan hari Rabu malam Kamis. Hal ini berdasarkan ketetapan Pengurus Pusat Nahdhatul Ulama, PBNU. dalil nisfu sya’ban

“Nisfu Sya’ban 1441 H jatuh hari Rabu Wage, malam Kamis Kliwon, 8-9 April 2020,” ujar Pelaksana tugas Ketua LF PBNU KH Sirril Wafa sebagaimana dilansir NU Online, Sabtu (4/4).

Pada malam nisfu sya’ban banyak kita jumpai ragam amaliah yang ada di masyarakat. Amaliah ini bertujuan untuk meraih keutamaan malam nisfu sya’ban yang biasanya dimulai seusai shalat magrib dengan membaca surat yasin sebanyak tiga kali dan diakhiri dengan doa.

Di samping itu ada juga sebagian masyarakat yang membawa air di teko, gelas, botol atau sejenisnya, untuk kemudian diminum setelah pembacaan yasin dan doa tersebut, sembari ada yang membagi-bagikan makanan yang memang sengaja disedekahkan utuk acara ini.

Tradisi semacam ini memang sedari dulu hingga sekarang sudah mengakar kuat di lapisan masyarakat kita, kendati masih ada sebagian kalangan yang tidak menyepakatinya, dengan dalih “Tidak ada dari sananya, Nabi saw dan para sahabat tidak pernah melakukan hal demikian.”

Atas dalih kalangan yang tidak sepakat dengan tradisi malam nisfu sya’abanan ini, maka timbulah keresahan di kalangan masyarakat dan terdapat pertanyaan “Adakah dalil yang bisa menjadi pijakan dalam menyikapi persoalan ini?”

Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) meriwayatkan sebuah hadis yang terdapat dalam kitabnya al-Musnad;

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” يَطَّلِعُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا لِاثْنَيْنِ: مُشَاحِنٍ، وَقَاتِلِ نَفْسٍ “

Dari Abdillah ibn ‘Amru bahwa Rasulullah saw bersabda: “Allah Swt akan memantau makhluk-Nya pada malam nisfu syaban kemudian mengampuni dosa-dosa hamba-Nya kecuali bagi pendengki dan yang membunuh jiwa manusia.”

Menurut al-Mundziri, sanad dalam hadis ini kualitasnya dha’if (lemah) karena terdapat perawi yang bernama Abdulah Ibn Lahi’ah al-Mishri.

Perlu dicatat bahwa kelemahan sanad yang terdapat pada hadis ini bukan disebabkan oleh perawinya yang dituduh pendusta (matruk) bukan juga disebabkan oleh kefasikan perawinya (munkar). Sehingga hadis ini tidak termasuk kedalam kategori hadis yang lemah sekali (dha’if jiddan).

Dalam disiplin ilmu hadis, bila terdapat hadis dha’if dan substansinya diriwayatkan pula melalui beberapa jalur lain, maka hadis tersebut bisa naik kualitasnya menjadi hasan li gairihi,dengan syarat kelemahan hadis tersebut tidak disebabkan oleh perawi yang fasik dan pendusta.

Sementara itu banyak ditemukan riwayat yang senada dengan substansi hadis di atas. Semisal hadis dari Mu’adz ibnu Jabal yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam al-Aushat, Imam Ibnu Hiban dalam shahihnya, Imam al-Baihaqi dalam syu’ab al-Iman. Imam al-Tirmidzi juga meriwayatkan dengan redaksi dan jalur lain;

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ، فَإِذَا هُوَ بِالبَقِيعِ، فَقَالَ: أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ

“Dari Aisyah RA berkata : pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah saw, kemudian aku keluar dan ternyata beliau sedang berada di Baqi’ beliau bersabda: “apakah kamu takut akan dizalimi Allah dan Rasul-Nya?” saya berkata wahai Rasulullah aku kira engkau sedang mendatangi istri-istrimu, beliau bersabda “sesungguhnya Allah ta’ala turu ke langit dunia pada malam pertengahan bulan sya’ban, lalu mengampuni manusia sejumlah bulu kambing.”

Selanjutnya apakah hadis-hadis yang telah disebutkan ini bisa menjadi dalil adanya keutamaan malam nisfu sya’ban?

Al-Mubarakfuri dalam kitabnya Tuhfah al-Ahwadzi secara terus terang mengatakan;

إعلم أنه قد ورد فى فضيلة ليلة النصف من شعبان عدة أحاديث مجموعها يدل أن لها أصلا

“ketauhilah sesungguh hadis-hadis yang berkaitan dengan keutamaan malam nisfu sya’ban itu memang benar-benar ada, yang secara keseluruhan menunjukan bahwa fadhilah malam nisfu sya’ban ada pijakan dalilnya.”

Kalau masih ingin diasumsikan bahwa hadis yang berkaitan dengan keutamaan malam nisfu sya’ban itu kualitasnya lemah, maka perlu diingat tidak serta-merta semua hadis dha’if tidak dapat diamalkan. Menurut mayoritas ulama, hadis dha’if tetap boleh diamalkan dalam hal keutamaan ibadah (fadha’il ‘amal) dengan tiga syarat;

  1. Kelemahannya tidak sangat parah
  2. Hadisnya termasuk dalam cakupan pokok-pokok hadis yag diamalkan (ma’mul bihi)
  3. Saat mengamalkannya tidak diyakini kepastiannya, hanya sekedar kehati-hatian saja

jika demikian, maka tidak perlu dihiraukan kalangan yang menganggap bahwa keutamaan malam nisfu sya’ban itu tidak ada dalilnya. Nyatanya ada hadis yang bisa diajadikan pijakan dalil untuk itu, dengan kualitas hasan ligoirihi.

Dalam disiplin ilmu hadis, kategori hasan ligoirihi termasuk dalam kategori hadis yang maqbul (diterima) dan bisa dijadikan hujjah

Hadis-hadis yang telah disebutkan di atas memang tidak menjelaskan amaliah tertentu yang ada pada malam nisfu sya’ban, namun secara tersirat wajar saja jika ampunan yang hendak Allah swt berikan kepada hamba-Nya, disambut baik melalui amaliah yang baik pula, semisal dengan membaca al-Qur’an dan doa secara berjamaah di masjid.

Amaliah tersebut selain bertujuan untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban juga untuk mengajak dan memberi pelajaran kepada masyarakat umum, menjalin kebersamaan dan saling berbagi kebahagiaan.

Di samping itu, ada juga sebagian masyarakat yang melalui malam nisfu sya’ban sebagaimana malam-malam biasanya, mereka tidak begitu antusias dengan tradisi amaliah yang dilakukan secara kolektif itu, mereka lebih memilih diam di rumah dan menjalankan aktifitas sebagaimana biasanya, kalaupun mereka menjalankan amaliah sebagaimana yang disebutkan di atas, bukan lantaran sengaja malam nisfu sya’banantapi mereka memang biasa menjalani amaliah itu di setiap malamnya.

Alhasil keduanya tetap dapat dibenarkan, selama tidak saling salah-menyalahkan satu sama lain, yang biasa menjalaninya tidak menganggap amaliah tersebut sebagai sebuah kewajiban. Sebaliknya yang tidak biasa pun tidak perlu menyalahkan atau memvonis bid’ah kepada mereka yang biasa menjalaninya. (AN)

Wallahu A’lam.

dalil nisfu sya’ban

Artikel ini sebelumnya dimuat di majalahnabawi.com

Niat, Doa dan Tata Cara Salat Tasbih di Bulan Ramadan


Pernah mengerjakan salat sunah tasbih? Ibadah sunah yang satu ini masih awam di telinga banyak orang. Padahal keutamaan salat tasbih sangat istimewa, dalam satu rakaatnya saja terdapat puluhan kali bacaan tasbih sebagai puji-pujian bagi Allah SWT.

Untuk menambah berkah dan pahala di bulan Ramadan, berikut tata cara salat tasbih beserta bacaan niat dan doanya.

1. Salat sunah yang memberatkan timbangan amal baik di akhirat

Dalam beberapa hadis Rasulullah SAW meriwayatkan tentang keutamaan salat sunah tasbih:

كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيْلَتَانِ فِى الْمِيْزَانِ حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ

“Ada dua kalimat yang keduanya ringan diucapkan di lidah namun memberatkan timbangan amal dan keduanya disukai oleh ar-Rahman, yaitu: Subhanallahi wa bi hamdihi subhanallahil azhim.” ( HR. Bukhari dan HR. Muslim)

Hadis riwayat di atas menegaskan keutamaan salat tasbih sebagai ibadah yang sangat disukai Allah SWT. Kalimat tasbih yang diucapkan di setiap rakaatnya menjadi pemberat timbangan amal baik saat hari perhitungan kelak di akhirat.

2. Bisa dilakukan pada siang atau malam hari

Salat tasbih dikerjakan sebanyak empat rakaat. Ada dua pilihan waktu pelaksanaan yaitu siang atau malam hari. Jika dilakukan pada siang hari, empat rakaat dikerjakan langsung dengan satu salam.

Sementara salat tasbih yang dikerjakan pada malam hari dibagi menjadi dua kali salat, satu salam tiap dua rakaat.

Baca Juga: Niat, Doa dan Tata Cara Salat Duha di Bulan Ramadan

3. Bacaan niat salat tasbih

  • Niat salat tasbih siang hari, empat rakaat dikerjakan langsung dengan satu salam sebagai berikut:

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ لِلَّهِ تَعَالَى

“Usholli sunnatat-tashbiihi arba’a raka’ati lillahi taa’alaa.”

Artinya: “Aku berniat salat sunah tasbih empat rakaat karena Allah ta’ala.”

  • Niat salat tasbih malam hari, dua kali salat dengan satu salam tiap dua rakaat sebagai berikut:

أُصَلِّى سُنَّةَ التَّسْبِيْحِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

“Usholli sunnatat-tashbiihi rok’ataini lillahi taa’alaa”.

Artinya: “Aku berniat salat sunah tasbih dua rakaat karena Allah ta’ala.”

4. Aturan jumlah bacaan tasbih dalam tiap rakaat

Dalam mengerjakan salat tasbih ada aturan jumlah kalimat tasbih yang harus dibaca. Aturan pembacaannya adalah sebagai berikut:

  • 15 kali tasbih setelah membaca surat pendek
  • 10 kali tasbih saat ruku, setelah bacaan ruku selesai
  • 10 kali tasbih saat i’tidal, setelah bacaan i’tidal selesai
  • 10 kali tasbih saat sujud pertama, setelah bacaan sujud selesai
  • 10 kali tasbih saat duduk di antara dua sujud, setelah bacaan iftirasy selesai
  • 10 kali tasbih saat sujud kedua , setelah bacaan sujud selesai
  • 10 kali tasbih setelah bacaan atahiyat atau sebelum salam

Lafal kalimat tasbihnya adalah:

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

“Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallohu allohu akbar.”

Artinya: “Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar.”

Itulah niat, doa dan tata cara salat tasbih di bulan ramadan. Sambil istirahat siang di bulan puasa ini, kamu bisa mengerjakan empat rakaat salat tasbih. Itung-itung menambah pahala dan keberkahan di bulan Ramadan, kan?

Lebih Utama Berzikir dengan Jari atau Alat Tasbih?

Berzikir termasuk hal yang dianjurkan dilakukan oleh setiap Muslim. Berzikir menggunakan alat tasbih juga termasuk hal yang sunah dilakukan, sebagaimana fatwa Syekh Ali Jum’ah, ulama Mesir berikut ini.

Namun di sisi lain, Nabi juga pernah bersabda, “Bertasbih, tahlil, dan takdislah menggunakan jari, karena jari itu akan ditanyai dan diminta berbicara. Janganlah Anda lalai sehingga tak akan mendapat rahmat Allah” (HR Abu Daud dan al-Tirmidzi). Jika demikian, manakah yang lebih utama, menggunakan jari atau kayu tasbih saat berzikir?

Dalam kitab Tuḥfah al-Futūḥāt wa al-Adzwāq, Syekh Abu Bakar al-Bunani, mengutip pendapat Imam al-Sahili, menjelaskan pertanyaan tersebut demikian.

إن العقد بالأنامل إنما يتيسر في الأذكار القليلة من المائة فدون. أما أهل الأوراد الكثيرة والأذكار المتصلة فلو عدوا بأصابعهم لدخلهم الغلط واستولى عليهم الشغل بالأصابع.

Menghitung zikiran yang dibaca dengan menggunakan jari itu memang mudah dilakukan terkait zikir-zikiran yang jumlahnya sedikit, seperti seratus atau kurang. Sementara itu, ahli wirid yang membaca zikiran dalam jumlah banyak dan dilakukan secara terus-menerus itu akan mengalami kesulitan dalam menghitung. Mereka bisa lupa jumlah bilangan zikiran yang dibaca dan fokus pada jari.

Dari keterangan di atas, berzikir menggunakan jari itu memang dianjurkan bila zikiran atau wiridan yang dibaca itu tidak lebih dari 100. Misalnya, zikiran setelah shalat rawatib yang biasanya hanya berjumlah 33 kali. Apabila bilangan zikiran itu lebih dari seratus, maka lebih baik gunakanlah alat tasbih, karena keduanya termasuk sunah dan dianjurkan oleh Rasulullah saw. Wallahualam

Apa Yang Dilakukan Di Bulan Syakban?

Assalamu’alaikum.

Sebelum memasuki bulan Ramadan, ada satu bulan yang sering kita lalaikan, yakni bulan Syakban (bulan kedelapan). Bulan Syakban adalah bulan yang mulia, ia adalah bulan yang banyak dilalaikan orang, karena berada di antara dua bulan yang agung yaitu Rajab dan Ramadan, tidak ada yang memanfaatkan bulan Syakban sebaik mungkin dengan amal saleh selain orang yang diberikan taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pertama, persiapan menyambut Ramadan.

Persiapan paling utama adalah ILMU DIIN, pengetahuan terkait amaliyah di bulan Ramadan.

Sebagian orang ada yang cuma tahu Ramadan adalah saatnya puasa, yang dilakukan adalah menahan lapar dari terbit fajar Shubuh sampai tenggelam matahari, cuma itu saja yang ia tahu. Saatnya sahur, berarti makan sahur, saatnya berbuka, pokoknya berbuka. Bertahun-tahun hanya diketahui seputar hal itu saja. Sampai-sampai ia hanya puasa namun tidak menjalankan shalat sama sekali di bulan Ramadan.

Selain puasa dari sisi rukun seperti tadi yang kita jalankan, ada juga amalan sunnah terkait puasa seperti mengakhirkan makan sahur dan menyegerakan berbuka puasa. Juga ada amalan shalat tarawih, membaca Alquran, sedekah, dan hal lainnya.

Baca Juga: Berlipatnya Pahala Amalan di Bulan Ramadhan

Kedua, memperbanyak puasa sunnah di bulan Syakban.

Kata Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Syakban.” (HR. Bukhari, no. 1969 dan Muslim, no. 1156).

Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah dalam Lathaif Al-Ma’arif mengatakan, “Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Syakban karena puasa Syakban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Syakban. Karena puasa di bulan Syakban sangat dekat dengan puasa Ramadan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadan.”

Ketiga, membayar utang puasa sebelum masuk bulan Ramadan.

Kata Aisyah radhiyallahu ‘anha,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Syakban.”  (HR. Bukhari, no. 1950 dan Muslim, no. 1146).

Baca Juga: Aisyah Membayar Utang Puasa di Bulan Syaban

Keempat, ulama menganjurkan untuk memperbanyak membaca Alquran sejak bulan Syakban untuk lebih menyemangati membacanya di bulan Ramadan.

Salamah bin Kahiil berkata,

كَانَ يُقاَلُ شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ القُرَّاءِ

“Dahulu bulan Syakban disebut pula dengan bulan para qurra’ (pembaca Alquran).”

Kelima, jauhi amalan yang tidak ada tuntunan di bulan Syakban atau menjelang Ramadan seperti:

  1. mengkhususkan bulan Syakban untuk kirim doa pada leluhur.
  2. mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Syakban sebelum masuk Ramadan.
  3. padusan atau keramasan sebelum masuk Ramadan. Ini juga tidak perlu dilakukan karena tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam harus mandi besar sebelum masuk Ramadan.

Ingatlah!

Abu Bakr Al-Balkhi berkata,

شَهْرُ رَجَبٍ شَهْرُ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سَقِيِّ الزَّرْعِ ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حَصَادُ الزَّرْعِ .

Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Syakban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadan saatnya menuai hasil.”

Semoga jadi amalan penuh berkah di bulan Syakban dan kita dimudahkan berjumpa dengan bulan penuh berkah, yakni bulan Ramadan

Post yang sama :
Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/23687-apa-yang-dilakukan-di-bulan-syakban.html