MENJAUHI HARI RAYA MUSUH-MUSUH ALLAH

Iman Al-Baihaqi meriwayatkan denan isnad shihnya Abi Usamah, ia berkata bahwa kami telah diceritakn oleh Aun dari Abil Mughirah dari Abdullah bin Amr, ia berkata,

Barangsiapa yang berdiam di negeri Ajam(non-Islam), dan melakukan upacara Nairuz dan festival meraka, serta menyerupai pola hidup mereka hingga meninggal dunia dalam keadaan seperti itu, maka dia akan dikumpulkan bersma mereka pada hari kiamat.”
(HR al-Baihaqi)

            Iman al-Baihaqi mengatakan bahwa riwayat ini menunjukan dibencinya mengkhususakn suatu hari untuk upacara seperti itu yang tidak dikhususkan oleh syara’. Umar ibnul Khathtahab r.a melarang berbicara dengan bahsa mereka dan masuk geraja mereka pada hari raya itu meskipun hanya semata-mata masuk, maka bagaimana kalau melakukan seperti mereka, atau melakukan suatu yang menjadi tuntunan agama mereka?

            Bukankah menyetujui mereka dalam suatu amal- melakukan perbuatan seperti mereka itu lebih besar dapirada menyetujui mereka dalam bahasa (berbicara dengan Bahasa mereka)? Atau, bukankah melakukan suatu amalan yang merupakan bagian-bagian dari perayaan (hari raya) mereka lebih besar daripada sekedar masuk geraja mereka pada hari raya mereka? Apabila kemurkaan Allah ditimpakan kepada mereka, maka bukanlah orang yang turut serta melakukan amalan itu berarti memosisikan dirinya untuk mendapatkan siksaan Allah?

            Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa beliau manganggap orang itu kafir karena turut serta dalam seluruh urusan mereka. Juga, beliau menganggap bahwa tindakan itu merupakan dosa besar yang dapat mengakibatkan yang bersangkutan masuk neraka, meskipun pengertian pertama itu merupakan lahir lafal. Maka, turut serta pada sebagainya sudah merupakan maksiat, karena kalau yang demikian itu tidak berdampak, maka yang bersangkutan dikenai siksaan, maka tidak boleh menjadikan siksaan itu sebagai balasan bagi perbuatan. Oleh karena yang mubah itu tidak disanksi, dan menceka sebagian tindakan itu tidak disyaratkan bagi sebagian lagi, karena pembagian apa uang disebut itu menghendaki celaan tersendiri.

            Al-Khallal berkata di dalam Jami’nya, Bab “Dibencinya Kaum Muslimin Keluar (Ikut serta) pada Hari raya Kaum Musyrikin”, dan beliau menyebut riwayat dari Muhna, ia berkata, “Saya pernah bertanya kepada imam Ahmad tentang menghadiri perayaan-perayaan yang berlaku di daerah kami Syam seperti Thur Yabur, Dair Ayyub, dan sebaainya, yang orang orang muslim menyaksikannya, datang ke pasar-pasar yang di sana di perjual belikan kambing, sapi , gandum, tepung terigu, dan lain-lainnya. Kaum Muslimin hanya masuk ke pasar untuk membeli dan tidak masuk ke gereja merea. “Lalu Imam Ahmad menjawab,”Apakah tidak masuk gereja, dan mereka hanya datang ke pasar, maka tidak mengapa.”

            Imam Ahmad rahimahullah hanya memberi rukhshah (keringanan) untuk datang ke pasar dengan syarat tidak memasuki gereja.

SENYUMLAH

            Dalam Islam, senyum merupakan bentuk ibadah yang berpahala. Sehingga sangat dianjuran untuk dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

            Rasulullah SAW bersabda,”Tersenyumlah ketika bertemu dengan saudara kalian, adalah termasuk ibadah.”(HR Iman Turmudzi, Ibn Hibban dan Al Baihaqi)

Sebagai makhluk sosial, manusia perlu menunjukan sekap ramah tamah di dalam keluarganya, di tengah-tengah masyarakat, dan dalam lingkunngan mana pun ia berada. pada dasarnya, sikap ramah merupakan pernyataan sikap kasih sayang terhadap orang lain.

Dr. Samuel Smiles, cendikiawan asal Inggris, menulis,
“Perilaku baik dan keseimbangan emosi berpengaruh pada perkembangan dan kebahagiaan, sebagaimana juga kekuatan dan naluri yang lainnya. Sesungguhnya, kebahagiaan seseorang sangat terkait pada kasih sayang dan perilaku yang baik.

            Wujud keramah tamahan sejati adalah perhatian terhadap orang lain. Semua orang dapat memiliki karena perhatian  terhadap orang-orang tersebut itu adalah buah dari sikap wajah yang riang gembira, bicara yang manis dan lemah lembut, sikap yang sopan santun, memperhatikan dan mendahulukan kepentingan orang lain, dan sebagainya.

Nabi Muhammad saw. Bersabda,
Hai putra Abdul Muthalib, sesungguhnya kamu tidak akan mampu memuaskan manusia dengan sejumlah uang yang kau miliki, tetapi temuilah mereka dengan wajah ceria dan perilaku gembira.

Cukup jelas sekarang bahwa tingakah laku yang sopan, wajah riang gembira, berbicara dengan lemah lembut, dan memperhatikan kepentingan orang lain selalu perlu mendapat perhatiaan . Hal ini mengajarkan pada kita tentang rasa hormat terhadap diri sendiri, hormat akan keluhan manusia sebagai manusia, perhatian setiap orang dalam hubungan dunia usaha. Sikap tidak ramah-tamah terhadap semua orang adalah merupakan suatu kegagalan dan kerugian.

Adapun beberapa manfaat tersenyum bagi kesehatan

  1. Senyum membuat sesorang lebih menarik Secara tidak sadar senyum bias membuat orang lebih menarik karena ada factor daya taruk tertentu dan membuat seseorang terlihat baik disbanding mengerutkan kening, cemberut atau beringis.
  2. Senyum bias mengubah suasana hati
    Tersenyum bias mengelabui tubuh sehingga membantu seseorang mengubah suasana hatinya menjadi lebih baik. Untuk itu jika merasa sedih, cobalah untuk tersenyum.
  3. Senyum bisa menular
    Tersenyum juga tak hanya mengubah suasana hati seseorang tapi juga orang-orang disekitarnya, dan membuat hal-hal menjadi bahagia, ini karena senyum bias menular dan membawa kebahagiaan bagi orang lain.
  4. Senyum bisa meredakan stress Orang yang stress bias terlihat dari wajahnya, tapi dengan tersenyum bisa mencegah seseorang tampak letih dan Lelah. Jika stress, cobalah ambil waktu untuk tersenyum, karena bias mengurangi stress sehingga lebih mampu mengambil tindakan.
  5. Senyum meningkatkan system kekebalan tubuh
    Terseyum bias membantu system kekbalan tubuh untuk bekerja lebih baik ketika seseorang tersenyum aka fungsi imu meningkat yang membuat sesseorang merasa lebh rileks dan trhindar dari penyakit seperti flu dan pilek.

Referensi:

Gema Insani, Membuka Pintu Rezeki, hal 49.
Detikhealth, Manfaat senyum bagi keshatan.